Senin, 19 Februari 2018

Budaya Membaca

Budayakan Budaya Membaca di Lingkungan Sekolah
  
Pasca kegiatan kunjungan kelas penulis ditemui oleh seorang guru yang mengeluhkan bahwa anak-anak sekarang kurang rajin membaca dan cenderung menurun minat bacanya. Ketika menugaskan siswanya untuk membaca materi pelajaran ternyata mereka tidak melaksanakannya dengan baik. Alasannya suka pusing kalau terlalu lama membaca buku pelajaran.
Mereka lebih memilih menonton televisi, berselancar di internet menjelajahi alamat yang menarik menurut kata hati mereka atau bermain game online tanpa mengenal batas waktu dibandingkan dengan membaca buku pelajaran, karya sastra atau novel. Apalagi kalau membaca daftar kunjungan perpustakaan sekolah, grafik kunjungannya terlihat menurun dan jarang ada siswa yang betah berlama-lama di perpustakaan. Realitas ini sering ditemui di perpustakaan sekolah yang banyak terdapat di negeri ini. Faktanya ternyata tidak banyak siswa yang menyukai membaca buku.
Buku adalah jendela dunia dan untuk membuka kunci jendelanya adalah dengan membaca. Dengan membaca kita bisa mengetahui banyak hal dan membuka perspektif pikiran kita. Terbukanya pikiran kita membuat kita tidak lagi kaku dan terpaku hanya pada satu perspektif tanpa mau membuka diri terhadap perbedaan pendapat. Membaca juga memperkaya imajinasi dan menjadikan kita lebih inovatif dan kreatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Institut Pendidikan, Universitas London, terhadap kebiasaan membaca sekitar 6.000 anak menunjukkan bahwa membaca untuk kesenangan lebih penting bagi perkembangan anak ketimbang aspek pendidikan orang tua mereka. Para peneliti menyimpulkan bahwa penguasaan kosakata yang diperoleh melalui aktivitas membaca itu membantu anak-anak menyerap informasi pada kurikulum sekolahnya. Mereka menganalisis hasil tes terhadap para siswa berusia 16 tahun yang berjumlah 6.000 anak, yang semua lahir dalam satu minggu, berdasarkan data lembaga survei The 1970 British Cohort Study.
Temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang sering membaca pada usia 10 tahun dan telah membaca buku serta surat kabar lebih dari sekali seminggu di usia 16 tahun lebih mampu menguasai kosa kata dibandingkan mereka yang kurang membaca.
          Lalu apa korelasinya dengan keluhan guru tentang siswanya yang malas membaca. Nah, pertama pahamkan pada mereka bahwa membaca itu aktivitas penting bagi otak mereka. Otot yang baik adalah otot yang mendapatkan nutrisi yang memadai serta latihan yang teratur sehingga otot akan terbentuk dengan baik. Sama halnya dengan otak. Latihlah otak dengan teratur sehingga akan mempertajam daya pikir. Caranya banyak-banyaklah membaca sehingga otak akan terawat dengan baik.  
          Kedua, berilah stimulus yang menantang kepada siswa. Dengan stimulus yang baik, akan tumbuh rasa ingin tahu yang tinggi dan siswa akan termotivasi untuk mencari bahan bacaan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan teknologi informasi sekarang ini tidak sulit mencari bahan bacaan yang dibutuhkan oleh siswa. Dampaknya, intensitas siswa dalam membaca buku akan terdorong dan minat baca akan bertambah kuat.
          Ketiga, pentingnya peranan guru untuk menjadi model yang baik bagi anak didiknya. Model yang baik dapat menarik hati orang yang tadinya tidak tertarik menjadi tertarik. Siswa akan lebih tertarik tatkala melihat gurunya melakukan aktivitas membaca baik di lakukan di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Guru sebagai model dapat membudayakan membaca di lingkungan sekolah. Semakin banyak guru yang membiasakan diri untuk membaca akan menciptakan sebuah budaya membaca yang kondusif.
          Apapun yang menjadi kendala terhadap menurunnya minat baca siswa akan dapat teratasi dengan langkah-langkah yang konstruktif dan persuasif. Akhirnya, dengan cara itu diharapkan akan tercipta sebuah budaya membaca yang kondusif. Semoga.      

Penulis adalah
Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar