Oase Pendidikan
Senin, 19 Februari 2018
Guruku
Guru VS Martabat Bangsa
Tidak terlalu muluk sebenarnya bagi para insan Indonesia ketika mereka mengikrarkan diri menjadi guru. Mereka ikhlas menjadi guru menerima apa adanya dan tidak menuntut tunjangan ini dan itu. Meskipun di struk gaji tertera angka yang nominalnya jauh api dari panggang dengan realitas kebutuhan pokok saat ini mereka tetap setia dan istikomah melaksanakan tugasnya. Pahlawan tanpa tanda jasa ini, punya prinsip yang jauh lebih baik dibandingkan dengan para petinggi negeri ini yang selalu minta naik tunjangannya.
Guru lebih memikirkan masa depan anak didiknya daripada isi perutnya. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendorong anak didiknya menjadi orang yang jujur dan berahlak mulia daripada menjadi pengemis yang sekarang berubah menjadi pengemis berdasi. Mereka malu seandainya melihat anak didiknya menjadi orang yang tidak berguna, sampah masyarakat, tikus kantor, gembel atau jadi benalu masyarakat.
Mereka menangis ketika melihat anak bangsa terlantar tak terurus oleh negara yang katanya negara agraris. Padahal ditangan merekalah negara ini bergantung sepenuhnya. Merekalah yang dapat mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan hanya dengan pendidikanlah Negara ini akan kuat. Guru memiliki prinsip yang jauh lebih kuat daripada pejabat yang tak banyak berbuat.
Guru tidak pernah menjerit seperti penyanyi rock yang konser di panggung terbuka walaupun kondisinya yang morat-marit. Guru tidak pernah berteriak lantang bak anggota dewan disebuah rapat paripurna yang katanya membela kepentingan rakyat walaupun duit dikantong tinggal seperak. Guru tidak pernah mengeluh karena jarak tempuh ke sekolahnya yang jauh. Guru tidak pernah curhat walaupun uang ketupat lebaran mereka tak dapat. Mereka dengan rela tetap masuk kelas, tidak mangkir dan meracau dari tugas walaupun hati mereka galau dan lemas.
Dengan langkah mantap mereka memasuki kelas yang ruangannya pengap. Tak gentar dengan tantangan anak nakal dan liar yang setiap hari bikin onar. Walaupun begitu, guru masih memiliki prinsip yang jauh lebih sehat daripada wakil rakyat yang membela rakyat namun kenyataanya malah bikin melarat.
Ujung tombak pendidikan akan selalu berada di tangan guru. Garda pendidikan terdepan akan tetap di tangan guru. Tak peduli siapapun yang akan menjadi pemimpin di negeri ini guru akan tetap menjadi ujung tombak pendidikan. Oleh karena itu beri kesempatan yang sebanyak-banyaknya bagi guru untuk menuntut ilmu sehingga kualitas pendidikan kita lebih maju dari bangsa manapun di dunia. Beri fasilitas yang memadai sehingga guru dapat berkreasi dan berinovasi dalam bidang ilmunya sehingga akan tersematkan guru profesional tanpa harus distempel dengan embel-embel sertifikasi.
Era global yang tiada batas siap menggerus bangsa manapun yang kalah pentas. Jika kalah pentas maka nasib buruk akan menimpa bangsa ini sebagaimana hukum alam akan selalu begitu. Pertanyaan kita kemudian, mungkinkan kita akan mejadi bangsa yang tersisihkan dan kemudian punah karena kalah bersaing? Jelas kemungkinan apapun bisa terjadi dan menimpa bangsa ini.
Sejarah telah membuktikan bahwa pernah ada bangsa yang memiliki kejayaan yang panjang namun mereka hilang dan punah tanpa bisa melanjutkan apa yang telah mereka goreskan dalam perjalanan hidup sebagai suatu bangsa besar. Yang tersisa hanya puing-puing saja. Sungguh tragis nasibnya.
Akan tetapi kita masih memiliki harapan besar untuk mengatasi kemungkinan buruk menimpa bangsa kita. Harapan untuk menjadi bangsa yang besar dan memiliki martabat dapat terwujud apabila peranan guru dioptimalkan sesuai dengan tugasnya. Harapan itu bukan merupakan impian karena gurulah sebagai kaum pendidik yang akan mewarnai dan membesarkan bangsa ini dengan komitmen kuatnya terhadap dunia pendidikan.
Harapan besar masih sangat bergantung kepada para guru. Karena realitas sekarang dengan tuntutannya yang lebih banyak, membuat guru dalam bidang pengajaran dan pendidikan harus selalu siap untuk terus berkompetisi, berinovasi dan berkreasi.
Dengan uraian diatas apa yang kurang dari pengorbangan dan perjuangan guru sebagai pencetak generasi penerus bangsa ini. Sudah selayaknya guru mendapat sesuatu yang lebih. Negara seharusnya memperlakukan guru jauh lebih dari baik dari pekerjaan apapun. Dan negara juga seharusnya lebih memperhatikan guru daripada jabatan apapun. Menjamin kehidupannya karena tanpanya kita akan menjadi bangsa yang tidak bermartabat, lemah, sering dilecehkan dan akan punah karena tidak bisa mempertahankan kejayaannya.
Guru pertahankanlah martabat bangsa ini.
Penulis
Dr. Syarif Hidayat, S.Pd., M.T
Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat
Budaya
BUDAYAKAN BUDAYA BERBUDAYA
Di sebuah statsiun terlihat gerombolan orang yang menanti kedatangan kereta. Ekspresi mereka kebanyakan lusuh bercampur lelah. Tiba-tiba terdengar lengkingan tinggi disertai dengan getaran yang lambat laun bertambah kuat. Rupanya kereta sudah dekat. Semakin dekat maka semakin kuat getarannya sehingga hampir memecahkan gendang telinga.
Namun apa yang terjadi tatkala kereta sudah berhenti. Para penumpang yang sudah lama menunggu kereta berlomba-lomba menaikinya. Mereka tidak peduli siapa saja yang ada didepannya akan mereka desak dengan kuat dan kasar. Kadang ada yang sampai terjatuh terdorong oleh orang dibelakangnya meskipun tak sampai terinjak. Bahkan orang tuapun tak luput dari situasi seperti ini. Ikut terdesak dan terjepit. Sepertinya etika kepada orang tua sudah luntur.
Di tempat lain antrian panjang terlihat ketika para calon penumpang menaiki tangga berjalan menuju rung tunggu sebuah statsiun. Dengan sabar mereka mengantri dan berusaha untuk tidak mendahului orang di depannya. Sesampainya di atas, mereka mencari tempat duduk yang nyaman dan melanjutkan kegiatan mereka. Terkesan tertib. Wajah-wajah yang terpancar tidak nampak lelah dan kelihatan tenang. Sebagian dari mereka asik dengan bacaannya. Mereka sangat menikmati suasana menunggu kedatangan kereta. Ketika kereta tiba, dengan tenang mereka masuk melalui masing-masing pintu tanpa tergesa-gesa. Sungguh pemandangan yang nyaman dipandang.
Dua ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana dua situasi budaya yang kontras dalam menghadapi situasi yang sama namun sikap yang diperlihatkan berbeda. Dari dua ilustrasi itu budaya yang mana yang kita miliki. Fakta membuktikan bahwa bangsa kita lebih cenderung memiliki budaya pada ilustrasi pertama. Bagaimana hal tersebut dapat menimpa bangsa ini. Padahal, budaya yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya akal dan berbudaya yang memiliki makna mempunyai budaya, mempunyai akal dan pikiran yang sudah maju merupakan indikator kuat bagi bangsa yang maju. Bahwasanyabangsa yang maju adalah bangsa yang berbudaya. Berbudayakah kita?
Beraneka ragam budaya dari Sabang sampai Merauke. Kita kaya akan budaya dibandingkan dengan negara tetangga kita. Dan kerap mendengar slogan yang meneriakkan lestarikan budaya kita. Di sisi lain kita akan marah besar tatkala ada bangsa lain yang mengklaim budaya kita, lantang kita teriakkan sikap menentang. Dengan keaneka ragaman budaya yang kita miliki seyogyanya menjadikan kita bangsa yang mempunyai akal dan pikiran yang maju. Menjadi bangsa berbudaya.
Realitas saat ini ternyata bertolak belakang dengan apa yang kita cita-citakan. Misalnya, korupsi menjadi trendi, kolusi menjadi sebuah candu yang memabukkan tanpa solusi, pemerasan terjadi bukan hanya di dunia preman namun justru pelakunya adalah para petinggi negeri ini yang berwajah dermawan, dan pelecehan seksual mendera para wanita yang kebanyakan tidak memiliki tubuh sensual, serta dekadensi moral yang melanda negeri kultural. Sehingga mendegradasikan bangsa ini ke level bangsa yang kurang berbudaya.
Kita seperti kehilangan kekuatan dalam mempertahankan identitas bangsa dan karakter bangsa. Tergerus oleh budaya asing yang melanda negeri ini tanpa ada filter yang menyaring. Tersesat di tengah hiruk pikuknya jaman yang serba cepat. Mengakibatkan anak bangsa bangga meniru budaya yang berhampuran tanpa rasa malu. Mau kemana bangsa ini.
Untuk mewujudkan bangsa ini menjadi bangsa berbudaya bukan seperti membalikkna telapak tangan. Butuh waktu, proses, komitmen dan kerjasama yang harmonis dan sinergis. Tidak hanya sekolah yang menjadi sasaran utama dari pembentukan bangsa berbudaya namun semua elemen masyarakat harus bahu-membahu, bekerja sama dalam kerangka membudayakan budaya berbudaya.
Ada beberapa proses yang dapat mendukung terwujudnya bangsa yang berbudaya melalui belajar budaya secara mandiri. Pertama melalui proses internalisasi. Internalisasi adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia meninggal dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat napsu serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya. Dari hari ke hari dalam kehidupannya, seorang manusia bertambah pengalaman mengenai bermacam-macam perasaan baru maka tanamkanlah nilai-nilai budaya sejak dini sehingga ketika dewasa anak akan memiliki kepribadian yang kuat dan karakter hebat.
Yang kedua adalah proses sosialisasi. Sosialisasi adalah semua pola tindakan individu-individu yang menempati berbagai kedudukan dalam masyarakatnya yang dijumpai seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sejak ia dilahirkan. Para individu dalam masyarakat yang berbeda-beda juga mengalami proses sosialisasi yang berbeda-bed dan proses itu banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan serta lingkungan sosial yang bersangkutan.
Lingkungan di mana kita tinggal memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan budaya. Lingkungan yang kondusif akan mendorong dan menstimulus individu-individu menjadi pribadi yang kuat, tangguh dan pantang menyerah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ruth Benedict bahwa suatu kepribadian dianggap bersifat normal apabila sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangkan tipe kepribadian yang sama jika sesuai dengan tipe kepribadian dominan akan dianggap 'abnormal'.
Kondisi lingkungan yang berbudaya akan berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. Begitu juga figur publik, misalnya tokoh masyarakat, birokrat, wakit rakyat dan banyak lagi yang berpengaruh akan sangat mewarnai sikap, prilaku, nilai budaya yang tertanam di masing-masing individu. Figur publik adalah agent of change yang bisa memberikan perubahan kepada arah kehidupan berbudaya. Jika para figur publik membuat satu tindakan yang tidak sesuai dengan nilai budaya maka respon dari masyarakat akan sangat reaktif.
Yang ketiga adalah proses enkulturasi. Enkulturasi adalah prosesseorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma dan peraturan yang hidup dalam kehidupannya. Sejak kecil proses ini sudah mulai tertanam dalam alam pikiran warga suatu masyarakat. Mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian teman-teman bermainnya. Seorang individu akan belajar meniru berbagai macam tindakan. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya “dibudayakan”.
Selain melalui upaya-upaya tadi, pada prinsipnya pembudayaan budaya yang lebih berbudaya dapat terwujud secara optimal melalui upaya sistematis dan terpadu. Penting juga melakukan upaya rekayasa sosial yang mendukung upaya tadi. Dalam bentuk penguatan kesadaran dalam berbagai level di lingkungan masyarakat.
Faktor lain yang juga mendukung upaya tadi adalah melakukan dua strategi yang bersifat top down dan bottom up. Strategi top downdilakukan melalui berbagai regulasi yang mengkondisikan upaya penanaman budaya yang berbudaya. Sebagai contoh pemerintah perlu terus mengawal dan merealisasikan program pendidikan karakter yang menjadi salah satu titik masuk pembudayaan budaya berbudaya. Muatan utama pendidikan karakter tidak terlepas dari dua pendekatan penting yaitu intervensi dan habituasi. Intervensi dilakukan dengan memberikan ruang gerak dan campur tangan yang seluas-luasnya bagi para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Pendekatan habituasi dilakukan dengan berbagai penciptaan situasi dan kondisi di lingkungan sekolah atau tidak menutup kemungkinan di setiap instansi pemerintah dan non pemerintah sehingga tercipta budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya itu sendiri. Strategi bottom up tidak lain adalah upaya merevitalisasi berbagai bentuk kearifan lokal yang memiliki nilai luhur dan masih relevan dengan situasi saat ini.
Sangat mudah melakukan semua hal tersebut dengan niat baik dan kerja keras semua pihak. Tapi, tidak ada yang mustahil kalau kita bersungguh-sungguh melakukannya. Semoga.
Dr. Syarif Hidayat, S.Pd., M.T
Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat
Kiat berbahasa
Cara Praktis Mengikis Salah Ucap Dalam Bahasa Inggris
Belajar bahasa Inggris membutuhkan kesabaran dan pengorbanan. Siapa saja yang memiliki dua sifat ini akan menjadi pembelajar yang baik dan akan mendapatkan keberhasilan kelak. Meskipun ada dua jenis pembelajar yaitu pembelajar cepat dan lambat tetap keduanya membutuhkan waktu untuk belajar yang tepat. Waktu juga yang akan menentukan apakah kita akan menjadi cakap dalam berbahasa Inggris atau tidak. Tentunya semuanya bergantung pada diri kita sendiri. Dan hal itulah yang paling penting dalam menggapai sukses.
Dalam belajar bahasa Inggris, tentu masing-masing orang memiliki cara yang berbeda ketika mereka mencoba meningkatkan kemampuannya. Kebanyakan dari mereka menghadapi dan membuat kesalahan yang mereka tidak sadari sehingga sebagian ada yang frustasi karena dianggap tidak memiliki kompetensi. Sebagian lagi membuat strategi untuk menghadapinya dengan cara sendiri sebagian lagi menyerah karena terlalu lelah.
Salah satu kesulitan yang sering dihadapi oleh pembelajar adalah penngucapan yang salah pada kata-kata bahasa Inggris. Kadang-kadang salah ucap ini tidak disadari oleh si pembelajar karena kadung mengikuti orang lain yang salah ucap sehingga melekat dengan kuat dibenaknya. Tentunya hal ini tidak mudah untuk diluruskan. Bagaimana caranya supaya si pembelajar menyadari bahwa dia membuat kesalahan adalah perlu taktik apik untuk menghadapinya. Karena kita tidak mau pembelajar merasa tersinggung dan berakibat fatal karena akan menghilangkan motivasi belajarnya.
Dibawah ini dipaparkan beberapa saran yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan seperti ini. Pertama adalah gunakan telinga dalam belajar bahasa Inggris. Artinya kita harus lebih sering mendengar daripada berbicara. Tentunya mendengar sesuatu yang dapat menambah keterampilan kita dalam mendengar. Misalnya mendengarkan lagu berbahasa Inggris, menonton film dan menyimak cara pengucapannya dan mendengarkan dialog lawan bicara kita.
Kemudian, kurangi frekuensi membaca huruf dalam kosakata Inggris. Karena terlalu sering membaca huruf bukan kebiasaan yang baik. Ini akan berpengaruh pada penyimpanan memori di otak kita. Makanya gunakan dulu telinga untuk menyimak bagaimana cara pengucapannya. Sehingga kita akan terbiasa mengucapkannya dengan baik dan benar.
Kedua, jangan pernah meniru orang yang salah pengucapannya.Tentunya kita tidak akan mengetahui secara langsung seandainya ada yang salah ucap. Namun kita dapat menyiasatinya dengan mengecek kamus standar kita tatkala kita mendengar pengucapan satu kata yang kurang menyakinkan. Kebiasaan membuka kamus untuk menyakinkan diri kita akan mempercepat kefasihan kita dalam mengucapkan kosa kata Inggris. Kemudian manfaatkan seandainya ada kesempatan untuk berbicara dengan orang asing. Ini akan mempertajam bahasa Inggris kita meskipun waktunya hanya sebentar. Kita dapat merasakan perubahan yang spektakuler pasca pertemuan itu.
Ketiga, berkaitan dengan masalah over confidence. Banyak yang sudah belajar bahasa Inggris dan merasa bahwa dirinya hebat maka mereka menciptakan versi sendiri dalam perihal pengucapannya. Ini tentunya akan mengurangi kualitas kemampuan bahasa Inggris mereka sendiri dan kadang-kadang memalukan. Hindari hal ini karena berdampak kurang baik untuk diri kita.
Akhirnya, pembelajar yang baik adalah pembelajar yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang dicapai hari ini. Artinyapembelajar akan terus belajar dan belajar karena mereka yakin bahwa dengan melakukan hal itu akan menyempurnakan apa mereka miliki.Sesuai dengan apa yang mereka katakan bahwa practice makes perfect. Semoga berhasil.
Penulis:
Dr. Syarif Hidayat, S.Pd.M.T.
Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat
Kepala Sekolah
Di Sekolah Spektakuler Terdapat Kepala Sekolah Visioner
Spektakuler menurut kamus besar bahasa Indonesia.com mengandung arti menarik perhatian, mencolok mata. Jika ada sekolah spektakuler maka bisa jadi sekolah tersebut menarik perhatian atau mencolok mata karena memiliki sesuatu yang berbeda dengan sekolah lain. Sementara visioner dengan sumber yang sama artinya adalah orang yang memiliki wawasan ke depan. Lalu apa saja kriteria pemimpin visioner itu. Penulis mencoba mengemasnya dengan dua ilustrasi yang menggambarkan hubungan antara dua hal di atas.
Di suatu kota ada satu sekolah yang memiliki kategori sekolah tidak spektakuler. Kenapa dinamakan sekolahnya tidak spektakuler, tentu ada alasannya, diantaranya; sarananya kurang memadai; kondisi bangunannya kurang layak, jumlah siswanya sedikit cenderung menurun karena kurang pemikat dan peminat, tenaga pengajarnya tidak memenuhi standar; kebanyakanmismatch dan ditambah pula dengan prestasi sekolah yang jeblog.
Dapat dibayangkan bagaimana pengelolaan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah tersebut. Lalu, layanan pendidikan seperti apa yang bisa diberikan pihak sekolah kepada siswa-siswa agar kelak mereka menjadi insan yang cerdas dan memiliki bekal hidup. Bagaimana mungkin tercipta generasi emas (golden generation) seandainya, berdasarkan fakta yang ada, sekolah tidak dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Sebaliknya di tempat lain ternyata terdapat sebuah sekolah spektakuler. Kenapa menjadi spektakuler, karena segudang prestasi yang dimiliki. Ditunjang pula oleh sarana yang cukup memadai dan memikat serta tenaga pengajar yang memenuhi standar sehingga jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi dari tahun ke tahun terus meningkat. Suasana sekolah juga tampak nyaman, asri dan tertib.
Dua ilustrasi diatas mengambarkan perbedaan yang kontras antara dua sekolah. Dan ternyata perbedaan tersebut semuanya bermuara pada satu perbedaan yang mendasar yaitu sosok kepemimpinan, kepala sekolah. Karena maju mundur dan jatuh bangunnya sekolah bergantung kepada kepala sekolahnya. Sekolah maju karena memiliki kepala sekolah yang bertekad ingin maju, sekolah mundur karena kepala sekolah juga. Betapa vitalnya peran kepala sekolah dalam mengelola pendidikan di sebuah sekolah.
Hal ini sesuai dengan apa pernah dikatakan oleh Fred M. Hechinger bahwa saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang baik. Saya juga menemukan sekolah yang gagal dan berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya.
Untuk memecahkan persoalan yang ada tentunya tidak mudah dan dibutuhkan solusi yang bisa diterapkan di sekolah manapun. Pada ilustrasi pertama dibutuhkan seorang pemimpin visioner yang memiliki karakteristik khas dan berorientasi pada visi sehingga mampu membawa pembaharuan dan kemajuan bagi sekolah tersebut. Menurut Nasir (2012) beberapa ciri-ciri utama yang harus dimiliki oleh kepemimpinan visioner antara lain:
Berwawasan ke masa depan: pemimpin visioner mempunyai pandangan yang jelas terhadap suatu visi yang ingin di capai, agar sekolah/organisasi yang dia pimpin dapat berkembang sesuai dengan visi yang ingin dicapai.
Berani bertindak dalam meraih tujuan: pemimpin visioner percaya diri, tidak ragu dan siap menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat dalam memperhitungkan kejadian yang dianggapnya penting sehingga tidak ceroboh dalam mengambil keputusan.
Mampu menggalang orang lain; dalam menggapai tujuan dibutuhkan kerja keras dan kerjasama. Pemimpin visioner adalah sosok pemimpin yang patut dicontoh dan memberi contoh agar warga sekolah/organisasi mau mengikutinya dan harus menjadi pengikat (simpay) bagi mereka guna mencapai tujuan.
Mampu merumuskan visi yang jelas. Pemimpin visioner adalah orang yang mempunyai komitmen kuat terhadap visi yang diembannya dan mempunyai kemauan keras mewujudkan visinya ke dalam suatu sekolah/organisasi. Dia memiliki pola pikir yang inspiratif dan menggugah serta mampu mengelola ‘mimpi’ menjadi kenyataan.
Mampu mengubah visi ke dalam aksi: Pemimpin visioner dapat merumuskan visi ke dalam misinya dan selanjutnya dapat diserap oleh seluruh anggota sekolah/organisasi sehingga menjadikan bahan acuan dalam setiap melangkah ke depan.
Berpegang erat kepada nilai-nilai spiritual yang diyakininya: pemimpin visioner adalah profesional terhadap apa yang diyakini, seperti memiliki iman yang kuat dan menjunjung nilai – nilai luhur dan karakter bangsa. Dia adalah sosok pemimpin yang bisa dijadikan panutan.
Membangun hubungan secara efektif: pemimpin visioner adalah sosok cerdas dalam menjalin hubungan antaranggota, tak lelah dalam memotivasi dan mendorong anggotanya agar lebih maju dan mandiri. Dia juga tidak segan-segan dalam memberi reward dan punishment terhadap anggotanya dan memiliki tingkat integritas yang tinggi.
Inovatif dan proaktif: Pemimpin visioner adalah figur kreatif dan aktif dalam berpikir. Dia mampu mengubah pola pikir konvensional menjadi paradigma baru. Dia selalu mengamati langkah – langkah progresif dan isu – isu terbaru tentang sekolah/organisasi.
Dari semua kriteria diatas, pemimpin visioner dapat menjelma menjadiagent of change yang memberikan napas segar dan perubahan positif bagi kemajuan sekolah/organisasi. Mengubah sebuah sekolah dari miskin prestasi menjadi sebuah sekolah spektakuler yang memiliki segudang kreasi, inovasi dan kaya prestasi bisa jadi merupakan impian setiap kepala sekolah. Tentunya bukanmission impossible untuk mewujudkannya karenanya pemimpin visionerlah yang mampu melakukan pembaharuan sekolah/organisasi secara berkelanjutan, guna menghadapi tantangan masa depan. Semoga.
Penulis
Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat
Budaya Membaca
Budayakan Budaya Membaca di Lingkungan Sekolah
Pasca kegiatan kunjungan kelas penulis ditemui oleh seorang guru yang mengeluhkan bahwa anak-anak sekarang kurang rajin membaca dan cenderung menurun minat bacanya. Ketika menugaskan siswanya untuk membaca materi pelajaran ternyata mereka tidak melaksanakannya dengan baik. Alasannya suka pusing kalau terlalu lama membaca buku pelajaran.
Mereka lebih memilih menonton televisi, berselancar di internet menjelajahi alamat yang menarik menurut kata hati mereka atau bermain game online tanpa mengenal batas waktu dibandingkan dengan membaca buku pelajaran, karya sastra atau novel. Apalagi kalau membaca daftar kunjungan perpustakaan sekolah, grafik kunjungannya terlihat menurun dan jarang ada siswa yang betah berlama-lama di perpustakaan. Realitas ini sering ditemui di perpustakaan sekolah yang banyak terdapat di negeri ini. Faktanya ternyata tidak banyak siswa yang menyukai membaca buku.
Buku adalah jendela dunia dan untuk membuka kunci jendelanya adalah dengan membaca. Dengan membaca kita bisa mengetahui banyak hal dan membuka perspektif pikiran kita. Terbukanya pikiran kita membuat kita tidak lagi kaku dan terpaku hanya pada satu perspektif tanpa mau membuka diri terhadap perbedaan pendapat. Membaca juga memperkaya imajinasi dan menjadikan kita lebih inovatif dan kreatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Institut Pendidikan, Universitas London, terhadap kebiasaan membaca sekitar 6.000 anak menunjukkan bahwa membaca untuk kesenangan lebih penting bagi perkembangan anak ketimbang aspek pendidikan orang tua mereka. Para peneliti menyimpulkan bahwa penguasaan kosakata yang diperoleh melalui aktivitas membaca itu membantu anak-anak menyerap informasi pada kurikulum sekolahnya. Mereka menganalisis hasil tes terhadap para siswa berusia 16 tahun yang berjumlah 6.000 anak, yang semua lahir dalam satu minggu, berdasarkan data lembaga survei The 1970 British Cohort Study.
Temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang sering membaca pada usia 10 tahun dan telah membaca buku serta surat kabar lebih dari sekali seminggu di usia 16 tahun lebih mampu menguasai kosa kata dibandingkan mereka yang kurang membaca.
Lalu apa korelasinya dengan keluhan guru tentang siswanya yang malas membaca. Nah, pertama pahamkan pada mereka bahwa membaca itu aktivitas penting bagi otak mereka. Otot yang baik adalah otot yang mendapatkan nutrisi yang memadai serta latihan yang teratur sehingga otot akan terbentuk dengan baik. Sama halnya dengan otak. Latihlah otak dengan teratur sehingga akan mempertajam daya pikir. Caranya banyak-banyaklah membaca sehingga otak akan terawat dengan baik.
Kedua, berilah stimulus yang menantang kepada siswa. Dengan stimulus yang baik, akan tumbuh rasa ingin tahu yang tinggi dan siswa akan termotivasi untuk mencari bahan bacaan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan teknologi informasi sekarang ini tidak sulit mencari bahan bacaan yang dibutuhkan oleh siswa. Dampaknya, intensitas siswa dalam membaca buku akan terdorong dan minat baca akan bertambah kuat.
Ketiga, pentingnya peranan guru untuk menjadi model yang baik bagi anak didiknya. Model yang baik dapat menarik hati orang yang tadinya tidak tertarik menjadi tertarik. Siswa akan lebih tertarik tatkala melihat gurunya melakukan aktivitas membaca baik di lakukan di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Guru sebagai model dapat membudayakan membaca di lingkungan sekolah. Semakin banyak guru yang membiasakan diri untuk membaca akan menciptakan sebuah budaya membaca yang kondusif.
Apapun yang menjadi kendala terhadap menurunnya minat baca siswa akan dapat teratasi dengan langkah-langkah yang konstruktif dan persuasif. Akhirnya, dengan cara itu diharapkan akan tercipta sebuah budaya membaca yang kondusif. Semoga.
Penulis adalah
Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat
All about English
MISPRONUNCIATION IS A HIDDEN MISTAKE
Learning English needs patience and devotion. Anyone who has both patience and devotion tends to be a good learner and likely gains success. As we know that there are two kinds of learners; slow learner and fast learner but still they need time to learn. Time will decide whether you become a fast learner and be a good speaker or not. That’s the most important lesson in getting success.
In learning English, of course, people have different ways when improving their English. Mostly they face difficulties and often make mistakes that they don’t realize and get frustrated whenever they think they fail. Some can deal with them some are not. One of difficulties that is usually faced is mispronunciation. Mispronunciation is a kind of mistake that people are sometimes unaware of. How to realize people about their mispronunciation is not an easy task. Anyway, I have something useful to overcome it. Here are bits of advice that can hopefully uncover the hidden mistakes.
Firstly, use your ears to learn English not eyes. Reading the letters to pronounce English is not a good habit. Use your ears to focus on how to pronounce the words. It is usually better. Secondly, never imitate people who mispronounce the words. Consult a dictionary if you are not sure. This will speed your English up. Then, try to speak English with the native speaker. It sharpens your English even short time conversation and changes your English spectacularly. Next, it is about overconfidence. Never make your own version pronunciation based on assumption. This thing will absolutely reduce the quality of their English so much. And it is sometimes embarrassing. Finally, good learners are not always satisfied with the achievement they get. They continuously practice their English because they believe that practice makes perfect.
I hope these pieces of advice will inspire you to do a useful thing for improving your English. Good luck.
Langganan:
Postingan (Atom)